Minggu, 11 September 2011

Perempuan yang dicintai suamiku

Kehidupan pernikahan kami awalnya baik2 saja menurutku.
Meskipun menjelang pernikahan selalu terjadi konflik,
tapi setelah menikah Mario tampak baik dan lebih menuruti apa mauku.



Kami tidak pernah bertengkar hebat, kalau marah dia cenderung diam dan
pergi kekantornya bekerja sampai subuh, baru pulang kerumah, mandi,
kemudian mengantar anak kami sekolah. Tidurnya sangat sedikit, makannya pun sedikit.
Aku pikir dia workaholic.

Dia menciumku maksimal 2x sehari, pagi menjelang kerja, dan saat dia pulang kerja,
itupun kalau aku masih bangun. Karena waktu pacaran dia tidak pernah romantis,
aku pikir, memang dia tidak romantis, dan tidak memerlukan hal2 seperti itu sebagai ungkapan sayang.

Kami jarang ngobrol sampai malam, kami jarang pergi nonton berdua,
bahkan makan berdua diluarpun hampir tidak pernah.
Kalau kami makan di meja makan berdua, kami asyik sendiri dengan sendok garpu kami,
bukan obrolan yang terdengar, hanya denting piring yang beradu dengan sendok garpu.

Kalau hari libur, dia lebih sering hanya tiduran dikamar, atau main dengan anak2 kami,
dia jarang sekali tertawa lepas. Karena dia sangat pendiam,
aku menyangka dia memang tidak suka tertawa lepas.

Aku mengira rumah tangga kami baik2 saja selama 8 tahun pernikahan kami.

Sampai suatu ketika, disuatu hari yang terik, saat itu suamiku tergolek sakit dirumah sakit,
karena jarang makan, dan sering jajan di kantornya, dibanding makan dirumah, dia kena typhoid,
dan harus dirawat di RS, karena sampai terjadi perforasi di ususnya.
Pada saat dia masih di ICU, seorang perempuan datang menjenguknya.
Dia memperkenalkan diri, bernama meisha, temannya Mario saat dulu kuliah.

Meisha tidak secantik aku, dia begitu sederhana,
tapi aku tidak pernah melihat mata yang begitu cantik seperti yang dia miliki.
Matanya bersinar indah, penuh kehangatan dan penuh cinta, ketika dia berbicara,
seakan2 waktu berhenti berputar dan terpana dengan kalimat2nya yang ringan dan penuh pesona.
Setiap orang, laki2 maupun perempuan bahkan mungkin serangga yang lewat,
akan jatuh cinta begitu mendengar dia bercerita.

Meisha tidak pernah kenal dekat dengan Mario selama mereka kuliah dulu,
Meisha bercerita Mario sangat pendiam, sehingga jarang punya teman yang akrab.
5 bulan lalu mereka bertemu, karena ada pekerjaan kantor mereka yang mempertemukan mereka.
Meisha yang bekerja di advertising akhirnya bertemu dengan Mario yang sedang membuat iklan untuk perusahaan tempatnya bekerja.

Aku mulai mengingat2 5 bulan lalu ada perubahan yang cukup drastis pada Mario,
setiap mau pergi kerja, dia tersenyum manis padaku, dan dalam sehari bisa menciumku lebih dari 3x.
Dia membelikan aku parfum baru, dan mulai sering tertawa lepas.
Tapi disaat lain, dia sering termenung didepan komputernya. Atau termenung memegang Hp-nya.
Kalau aku tanya, dia bilang, ada pekerjaan yang membingungkan.

Suatu saat Meisha pernah datang pada saat Mario sakit dan masih dirawat di RS.
Aku sedang memegang sepiring nasi beserta lauknya dengan wajah kesal,
karena Mario tidak juga mau aku suapi. Meisha masuk kamar, dan menyapa dengan suara riangnya,

” Hai Rima, kenapa dengan anak sulungmu yang nomor satu ini ? tidak mau makan juga?
uhh… dasar anak nakal, sini piringnya, ” lalu dia terus mengajak Mario bercerita sambil menyuapi Mario,
tiba2 saja sepiring nasi itu sudah habis ditangannya.
Dan….aku tidak pernah melihat tatapan penuh cinta yang terpancar dari mata suamiku,
seperti siang itu, tidak pernah seumur hidupku yang aku lalui bersamanya, tidak pernah sedetikpun !

Hatiku terasa sakit, lebih sakit dari ketika dia membalikkan tubuhnya membelakangi aku
saat aku memeluknya dan berharap dia mencumbuku.
Lebih sakit dari rasa sakit setelah operasi caesar ketika aku melahirkan anaknya.
Lebih sakit dari rasa sakit, ketika dia tidak mau memakan masakan yang aku buat dengan susah payah.
Lebih sakit daripada sakit ketika dia tidak pulang kerumah saat ulang tahun perkawinan kami kemarin.
Lebih sakit dari rasa sakit ketika dia lebih suka mencumbu komputernya dibanding aku.

Tapi aku tidak pernah bisa marah setiap melihat perempuan itu.
Meisha begitu manis, dia bisa hadir tiba2, membawakan donat buat anak2, dan membawakan ekrol kesukaanku.
Dia mengajakku jalan2, kadang mengajakku nonton. kali lain,
dia datang bersama suami dan ke-2 anaknya yang lucu2.
Aku tidak pernah bertanya, apakah suamiku mencintai perempuan berhati bidadari itu?
karena tanpa bertanya pun aku sudah tahu, apa yang bergejolak dihatinya.

Suatu sore, mendung begitu menyelimuti jakarta, aku tidak pernah menyangka,
hatikupun akan mendung, bahkan gerimis kemudian.
Anak sulungku, seorang anak perempuan cantik berusia 7 tahun,
rambutnya keriting ikal dan cerdasnya sama seperti ayahnya.
Dia berhasil membuka password email Papa nya, dan memanggilku,
” Mama, mau lihat surat papa buat tante Meisha ?”

Aku tertegun memandangnya, dan membaca surat elektronik itu,
Dear Meisha,
Kehadiranmu bagai beribu bintang gemerlap yang mengisi seluruh relung hatiku, aku tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti ini, bahkan pada Rima. Aku mencintai Rima karena kondisi yang mengharuskan aku mencintainya, karena dia ibu dari anak2ku.
Ketika aku menikahinya, aku tetap tidak tahu apakah aku sungguh2 mencintainya. Tidak ada perasaan bergetar seperti ketika aku memandangmu, tidak ada perasaan rindu yang tidak pernah padam ketika aku tidak menjumpainya. Aku hanya tidak ingin menyakiti perasaannya. Ketika konflik2 terjadi saat kami pacaran dulu, aku sebenarnya kecewa, tapi aku tidak sanggup mengatakan padanya bahwa dia bukanlah perempuan yang aku cari untuk mengisi kekosongan hatiku. Hatiku tetap terasa hampa, meskipun aku menikahinya.

Aku tidak tahu, bagaimana caranya menumbuhkan cinta untuknya, seperti ketika cinta untukmu tumbuh secara alami, seperti pohon2 beringin yang tumbuh kokoh tanpa pernah mendapat siraman dari pemiliknya. Seperti pepohonan di hutan2 belantara yang tidak pernah minta disirami, namun tumbuh dengan lebat secara alami. Itu yang aku rasakan.
Aku tidak akan pernah bisa memilikimu, karena kau sudah menjadi milik orang lain dan aku adalah laki2 yang sangat memegang komitmen pernikahan kami. Meskipun hatiku terasa hampa, itu tidaklah mengapa, asal aku bisa melihat Rima bahagia dan tertawa, dia bisa mendapatkan segala yang dia inginkan selama aku mampu. Dia boleh mendapatkan seluruh hartaku dan tubuhku, tapi tidak jiwaku dan cintaku, yang hanya aku berikan untukmu. Meskipun ada tembok yang menghalangi kita, aku hanya berharap bahwa engkau mengerti, you are the only one in my heart.
yours,
Mario
Mataku terasa panas. Jelita, anak sulungku memelukku erat.
Meskipun baru berusia 7 tahun, dia adalah malaikat jelitaku yang sangat mengerti dan menyayangiku.

Suamiku tidak pernah mencintaiku. Dia tidak pernah bahagia bersamaku.
Dia mencintai perempuan lain.Aku mengumpulkan kekuatanku.
Sejak itu, aku menulis surat hampir setiap hari untuk suamiku.
Surat itu aku simpan diamplop, dan aku letakkan di lemari bajuku, tidak pernah aku berikan untuknya.


Mobil yang dia berikan untukku aku kembalikan padanya.
Aku mengumpulkan tabunganku yang kusimpan dari sisa2 uang belanja,
lalu aku belikan motor untuk mengantar dan menjemput anak2ku.
Mario merasa heran, karena aku tidak pernah lagi bermanja dan minta dibelikan bermacam2 merek tas dan baju.
Aku terpuruk dalam kehancuranku.
Aku dulu memintanya menikahiku karena aku malu terlalu lama pacaran,
sedangkan teman2ku sudah menikah semua.
Ternyata dia memang tidak pernah menginginkan aku menjadi istrinya.

Betapa tidak berharganya aku.
Tidakkah dia tahu, bahwa aku juga seorang perempuan yang berhak mendapatkan kasih sayang dari suaminya ?
Kenapa dia tidak mengatakan saja, bahwa dia tidak mencintai aku dan tidak menginginkan aku ?
itu lebih aku hargai daripada dia cuma diam dan mengangguk dan melamarku lalu menikahiku.
Betapa malangnya nasibku.

Mario terus menerus sakit2an, dan aku tetap merawatnya dengan setia.
Biarlah dia mencintai perempuan itu terus didalam hatinya.
Dengan pura2 tidak tahu, aku sudah membuatnya bahagia dengan mencintai perempuan itu.
Kebahagiaan Mario adalah kebahagiaanku juga, karena aku akan selalu mencintainya.
**********

Setahun kemudian…
Meisha membuka amplop surat2 itu dengan air mata berlinang.
Tanah pemakaman itu masih basah merah dan masih dipenuhi bunga.
Mario, suamiku….
Aku tidak pernah menyangka pertemuan kita saat aku pertama kali bekerja dikantormu, akan membawaku pada cinta sejatiku. Aku begitu terpesona padamu yang pendiam dan tampak dingin. Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku mencintaimu, dan begitu posesif ingin memilikimu seutuhnya. Aku sering marah, ketika kamu asyik bekerja, dan tidak memperdulikan aku. Aku merasa diatas angin, ketika kamu hanya diam dan menuruti keinginanku… Aku pikir, aku si puteri cantik yang diinginkan banyak pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu terlalu mencintaiku sehingga mau melakukan apa saja untukku…..
Ternyata aku keliru…. aku menyadarinya tepat sehari setelah pernikahan kita. Ketika aku membanting hadiah jam tangan dari seorang teman kantor dulu yang aku tahu sebenarnya menyukai Mario.
Aku melihat matamu begitu terluka, ketika berkata, ” kenapa, Rima ? Kenapa kamu mesti cemburu ? dia sudah menikah, dan aku sudah memilihmu menjadi istriku ?”
Aku tidak perduli,dan berlalu dari hadapanmu dengan sombongnya.
Sekarang aku menyesal, memintamu melamarku. Engkau tidak pernah bahagia bersamaku. Aku adalah hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku bukanlah wanita yang sempurna yang engkau inginkan.
Istrimu,
Rima”
Di surat yang lain,
“………Kehadiran perempuan itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi sedingin es. Engkau mulai terasa hangat, namun tetap saja aku tidak pernah melihat cahaya cinta dari matamu untukku, seperti aku melihat cahaya yang penuh cinta itu berpendar dari kedua bola matamu saat memandang Meisha……”
Disurat yang kesekian,
“…….Aku bersumpah, akan membuatmu jatuh cinta padaku.
Aku telah berubah, Mario. Engkau lihat kan, aku tidak lagi marah2 padamu, aku tidak lagi suka membanting2 barang dan berteriak jika emosi. Aku belajar masak, dan selalu kubuatkan masakan yang engkau sukai. Aku tidak lagi boros, dan selalau menabung. Aku tidak lagi suka bertengkar dengan ibumu. Aku selalu tersenyum menyambutmu pulang kerumah. Dan aku selalu meneleponmu, untuk menanyakan sudahkah kekasih hatiku makan siang ini? Aku merawatmu jika engkau sakit, aku tidak kesal saat engkau tidak mau aku suapi, aku menungguimu sampai tertidur disamping tempat tidurmu, dirumah sakit saat engkau dirawat, karena penyakit pencernaanmu yang selalu bermasalah…….
Meskipun belum terbit juga, sinar cinta itu dari matamu, aku akan tetap berusaha dan menantinya……..”
Meisha menghapus air mata yang terus mengalir dari kedua mata indahnya… dipeluknya Jelita yang tersedu-sedu disampingnya.
Disurat terakhir, pagi ini…
“…………..Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-9. Tahun lalu engkau tidak pulang kerumah, tapi tahun ini aku akan memaksamu pulang, karena hari ini aku akan masak, masakan yang paling enak sedunia. Kemarin aku belajar membuatnya dirumah Bude Tati, sampai kehujanan dan basah kuyup, karena waktu pulang hujannya deras sekali, dan aku hanya mengendarai motor.
Saat aku tiba dirumah kemarin malam, aku melihat sinar kekhawatiran dimatamu. Engkau memelukku, dan menyuruhku segera ganti baju supaya tidak sakit.
Tahukah engkau suamiku,
Selama hampir 15 tahun aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 tahun kita menikah, baru kali ini aku melihat sinar kekhawatiran itu dari matamu, inikah tanda2 cinta mulai bersemi dihatimu ?………”
Jelita menatap Meisha, dan bercerita,
” Siang itu Mama menjemputku dengan motornya, dari jauh aku melihat keceriaan diwajah mama,
dia terus melambai-lambaikan tangannya kepadaku.
Aku tidak pernah melihat wajah yang sangat bersinar dari mama seperti siang itu, dia begitu cantik.
Meskipun dulu sering marah2 kepadaku, tapi aku selalu menyayanginya.
Mama memarkir motornya diseberang jalan, Ketika mama menyeberang jalan,

tiba2 mobil itu lewat dari tikungan dengan kecepatan tinggi……
aku tidak sanggup melihatnya terlontar,
Tante….. aku melihatnya masih memandangku sebelum dia tidak lagi bergerak……”
Jelita memeluk Meisha dan terisak-isak.
Bocah cantik ini masih terlalu kecil untuk merasakan sakit di hatinya,
tapi dia sangat dewasa. Meisha mengeluarkan selembar kertas yang dia print tadi pagi.
Mario mengirimkan email lagi kemarin malam, dan tadinya aku ingin Rima membacanya.
Dear Meisha,
Selama setahun ini aku mulai merasakan Rima berbeda, dia tidak lagi marah2 dan selalu berusaha menyenangkan hatiku. Dan tadi, dia pulang dengan tubuh basah kuyup karena kehujanan, aku sangat khawatir dan memeluknya. Tiba2 aku baru menyadari betapa beruntungnya aku memiliki dia. Hatiku mulai bergetar…. Inikah tanda2 aku mulai mencintainya ?
Aku terus berusaha mencintainya seperti yang engkau sarankan, Meisha. Dan besok aku akan memberikan surprise untuknya, aku akan membelikan mobil  mungil untuknya, supaya dia tidak lagi naik motor kemana-mana. Bukan karena dia ibu dari anak2ku, tapi karena dia belahan jiwaku….
Meisha menatap Mario yang tampak semakin ringkih, yang masih terduduk disamping nisan Rima. Diwajahnya tampak duka yang dalam. Semuanya telah terjadi, Mario. Kadang kita baru menyadari mencintai seseorang, ketika seseorang itu telah pergi meninggalkan kita.
Jakarta, 7 Januari 2009

Copas from : : http://botefilia.com

Sabtu, 10 September 2011

Sebuah Kisah Cerita Cinta Istri yang Solihah

Bacalah,  semoga kisah nyata ini menjadi pelajaran
bagi kita semua.
***

Cinta itu butuh kesabaran…
Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita???

Hari itu.. aku dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita..
Aku menjadi perempuan yg paling bahagia…..
Pernikahan kami sederhana namun meriah…..
Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu.
Aku bersyukur menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar,
tampan & mapan pula.

Ketika kami berpacaran dia sudah sukses dalam karirnya.
Kami akan berbulan madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami
berpacaran dulu..



Dan setelah menikah, aku mengajaknya untuk umroh ke tanah suci….
Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan
aku… sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya pada ku.

Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi.
Sangat terlihat sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia
menikah dengannya.

***

Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa
waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja
karena sampai saat ini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat
kecil (bayi) di tengah keharmonisan rumah tangga kami.

Karena dia anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku
harus berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya.

Alhamdulillah saat itu suamiku mendukungku…
Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-NYA.
Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu &
adiknya tidak menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak
menyenangkan dari mereka, namun aku selalu berusaha menutupi hal itu
dari suamiku…


Didepan suami ku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang
suami ku, aku dihina-hina oleh mereka…

Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku
mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suami ku selamat
dari maut yang hampir membuat ku menjadi seorang janda itu.

Ia dirawat dirumah sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah
kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang & malam sambil kubacakan
ayat-ayat suci Al – Qur’an. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan
dari tempat aku melakukan aktivitas sosial ku, aku sibuk mengurus
suamiku yang sakit karena kecelakaan.


Namun saat ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah
kami, aku melihat di dalam kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan
teman-teman suamiku, dan disaat itu juga.. aku melihat ada seorang
wanita yang sangat akrab  mengobrol dengan ibu mertuaku. Mereka tertawa
menghibur suamiku.


Alhamdulillah suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika
melihat suami ku sudah sadar, tapi aku tak boleh sedih di hadapannya.

Kubuka pintu yang tertutup rapat itu  sambil mengatakan, “Assalammu’alaikum
dan mereka menjawab salam ku. Aku berdiam sejenak di depan pintu dan
mereka semua melihatku. Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia
kangen padaku karena sudah 5 hari mata nya selalu tertutup.

Tangannya melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya
erat. Setelah aku menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata “Assalammu’alaikum”,
ia pun menjawab salam ku dengan suaranya yg lirih namun penuh dengan
cinta. Aku pun senyum melihat wajahnya.

Lalu.. Ibu nya berbicara denganku …
Fis, kenalkan ini Desi teman Fikri”.

Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman baiknya pernah
mencintainya, perempuan itu bernama Desi dan dia sangat akrab dengan
keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangnya juga. Aku
pun langsung berjabat tangan dengannya, tak banyak aku bicara di
dalam ruangan tersebut,aku tak mengerti apa yg mereka bicarakan.

Aku sibuk membersihkan & mengobati luka-luka di kepala suamiku,
baru sebentar aku membersihkan mukanya, tiba-tiba adik ipar ku yang
bernama Dian mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan
suamiku pun mengijinkannya. Kemudian aku pun menemaninya.

Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata, ”lebih baik kau pulang
saja, ada
kami yg menjaga abang disini. Kau istirahat saja. 


Anehnya, aku tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan
alasan abang harus banyak beristirahat dan karena psikologisnya masih
labil. Aku berdebat dengannya mempertanyakan mengapa aku tidak
diizinkan berpamitan dengan suamiku. Tapi tiba-tiba ibu mertuaku datang
menghampiriku dan ia juga mengatakan hal yang sama. Nantinya dia akan
memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang tak berpamitan
padanya, toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya salah
ataupun tidak, suamiku tetap saja membenarkannya. Akhirnya aku pun
pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata.

Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai
ia kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa menangis dalam
kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat membenciku.

***

Hari itu.. aku menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takut
kehilangannya, aku takut cintanya dibagi dengan yang lain.

Pagi itu, pada saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku
memanggil ku ke taman belakang, ia baru aja selesai sarapan, ia
mengajakku duduk di ayunan favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang
bertaburan di kolam air mancur itu.

Aku bertanya, ”Ada apa kamu memanggilku?
Ia berkata, ”Besok aku akan menjenguk keluargaku di Sabang
Aku menjawab, ”Ia sayang.. aku tahu, aku sudah mengemasi
barang-barang kamu di travel bag dan kamu sudah memeegang tiket bukan?


Ya tapi aku tak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku
juga sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku sejak kita
menikah dan aku akan pulang dengan mama ku
”, jawabnya tegas.

Mengapa baru sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja
kamu disana?
“, tanya ku balik kepadanya penuh dengan rasa
penasaran dan sedikit rasa kecewa karena ia baru memberitahukan rencana
kepulanggannya itu, padahal aku telah bersusah payah mencarikan tiket
pesawat untuknya.

Mama minta aku yang menemaninya saat pulang nanti”,
jawabnya tegas.

Sekarang aku ingin seharian dengan kamu karena nanti kita 3
minggu tidak bertemu, ya kan?
”, lanjut nya lagi sambil memelukku
dan mencium keningku. Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi tak boleh
aku tunjukkan pada nya.


Bahagianya aku dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang
& cintanya walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku.

Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal aku ingin bersama suamiku,
tapi karena keluarganya tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu
padaku karena suamiku sangat sayang padaku.

Kemudian aku memutuskan agar ia saja yg pergi dan kami juga harus
berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah tangga kami.

Karena ini acara sakral bagi keluarganya, jadi seluruh keluarganya
harus komplit. 


Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan diperdulikan
oleh keluarganya harus datang ataupun tidak. Tidak hadir justru membuat
mereka sangat senang dan aku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.

Malam sebelum kepergiannya, aku menangis sambil membereskan
keperluan yang akan dibawanya ke Sabang, ia menatapku dan menghapus
airmata yang jatuh dipipiku, lalu aku peluk erat dirinya. Hati ini
bergumam tak merelakan dia pergi seakan terjadi sesuatu, tapi aku tidak
tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa menangis karena akan
ditinggal pergi olehnya.


Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini, karena kami selalu
bersama-sama kemana pun ia pergi.

Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian dan tidak memiliki teman,
karena biasanya hanya pembantu sajalah teman mengobrolku.

Hati ini sedih akan di tinggal pergi olehnya.
Sampai keesokan harinya, aku terus menangis.. menangisi
kepergiannya. Aku tak tahu mengapa sesedih ini, perasaanku tak enak,
tapi aku tak boleh berburuk sangka. Aku harus percaya apada suamiku.
Dia pasti akan selalu menelponku.

***

Berjauhan dengan suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa
sendiri. Untunglah aku mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis,
jadinya aku tak terlalu kesepian ditinggal pergi ke Sabang.

Saat kami berhubungan jarak jauh, komunikasi kami memburuk dan aku
pun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali seperti di lilit oleh
tali. Tak tahan aku menahan rasa sakit dirahimku ini, sampai-sampai aku
mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit oleh adik
laki-lakiku yang kebetulan menemaniku disana. 


Dokter memvonis aku terkena kanker mulut rahim stadium 3.
Aku menangis.. apa yang bisa aku banggakan lagi..
Mertuaku akan semakin menghinaku, suamiku yang malang yang selalu
berharap akan punya keturunan dari rahimku.. namun aku tak bisa
memberikannya keturunan. Dan kemudian aku hanya bisa memeluk adikku.

Aku kangen pada suamiku, aku selalu menunggu ia pulang dan
bertanya-tanya, “kapankah ia segera pulang?” aku tak tahu..


Sementara suamiku disana, aku tidak tahu mengapa ia selalu
marah-marah jika menelponku. Bagaimana aku akan menceritakan kondisiku
jika ia selalu marah-marah terhadapku..

Lebih baik aku tutupi dulu tetang hal ini dan aku juga tak mau
membuatnya khawatir selama ia berada di Sabang.

Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Sabang, aku akan
cerita padanya. Setiap hari aku menanti suamiku pulang, hari demi hari
aku hitung…


Sudah 3 minggu suamiku di Sabang, malam itu ketika aku sedang
melihat foto-foto kami, ponselku berbunyi menandakan ada sms yang
masuk.Kubuka di inbox ponselku, ternyata dari suamiku yang sms.

Ia menulis, “aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya
satu hari lagi, aku akan kabarin lagi
”.

Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku ingin marah, tapi aku pendam
saja ego yang tidak baik ini. Hari yg aku tunggu pun tiba, aku
menantinya di rumah.


Sebagai seorang istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai
parfum kesukaannya untuk menyambut suamiku pulang, dan nantinya aku
juga akan menyelesaikan masalah komunikasi kami yg buruk akhir-akhir
ini.

Bel pun berbunyi, kubukakan pintu untuknya dan ia pun mengucap
salam. Sebelum masuk, aku pegang tangannya kedepan teras namun ia tetap
berdiri, aku membungkuk untuk melepaskan sepatu, kaos kaki dan kucuci
kedua kakinya, aku tak mau ada syaithan yang masuk ke dalam rumah
kami.


Setelah itu akupun berdiri langsung mencium tangannya tapi apa
reaksinya..

Masya Allah.. ia tidak mencium keningku, ia hanya diam dan langsung
naik keruangan atas, kemudian mandi dan tidur tanpa bertanya kabarku..

Aku hanya berpikir, mungkin dia capek. Aku pun segera merapikan
bawaan nya sampai aku pun tertidur. Malam menunjukkan 1/3 malam,
mengingatkan aku pada tempat mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta.

Biasa nya kami selalu berjama’ah, tapi karena melihat nya tidur
sangat pulas, aku tak tega membangunkannya. Aku hanya mengeelus
wajahnya dan aku cium keningnya, lalu aku sholat tahajud 8 rakaat plus
witir 3 raka’at.

***

Aku mendengar suara mobilnya, aku terbangun lalu aku melihat dirinya
dari balkon kamar kami yang bersiap-siap untuk pergi. Lalu aku
memanggilnya tapi ia tak mendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan aku
berlari dari atas ke bawah tanpa memperdulikan darah yg bercecer dari
rahimku untuk mengejarnya tapi ia begitu cepat pergi.

Aku merasa ada yang aneh dengan suamiku. Ada apa dengan suamiku?
Mengapa ia bersikap tidak biasa terhadapku?


Aku tidak bisa diam begitu saja, firasatku mengatakan ada sesuatu.
Saat itu juga aku langsung menelpon kerumah mertuakudan kebetulan Dian
yang mengangkat telponnya, aku bercerita dan aku bertanya apa yang
sedang terjadi dengan suamiku. Dengan enteng ia menjawab, “Loe
pikir aja sendiri!!!
”. Telpon pun langsung terputus.

Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku
berubah setelah ia kembali dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau
berbicara padaku, apalagi memanjakan aku.


Semakin hari ia menjadi orang yang pendiam, seakan ia telah melepas
tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Kami hanya berbicara
seperlunya saja, aku selalu diintrogasinya. Selalu bertanya aku dari
mana dan mengapa pulang terlambat dan ia bertanya dengan nada yg keras.
Suamiku telah berubah.

Bahkan yang membuat ku kaget, aku pernah dituduhnya berzina dengan
mantan pacarku. Ingin rasanya aku menampar suamiku yang telah menuduhku
serendah itu, tapi aku selalu ingat.. sebagaimana pun salahnya
seorang suami, status suami tetap di atas para istri, itu pedoman yang
aku pegang.

Aku hanya berdo’a semoga suamiku sadar akan prilakunya.
***

Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung berubah juga. Aku menangis
setiap malam, lelah menanti seperti ini, kami seperti orang asing yang
baru saja berkenalan.


Kemesraan yang kami ciptakan dulu telah sirna. Walaupun kondisinya
tetap seperti itu, aku tetap merawatnya & menyiakan segala yang ia
perlukan. Penyakitkupun masih aku simpan dengan baik dan sekalipun ia
tak pernah bertanya perihal obat apa yang aku minum. Kebahagiaan ku
telah sirna, harapan menjadi ibu pun telah aku pendam. Aku tak tahu
kapan ini semua akan berakhir.


Bersyukurlah.. aku punya penghasilan sendiri dari aktifitasku
sebagai seorang guru ngaji, jadi aku tak perlu meminta uang padanya
hanya untuk pengobatan kankerku. Aku pun hanya berobat semampuku.

Sungguh.. suami yang dulu aku puja dan aku banggakan, sekarang telah
menjadi orang asing bagiku, setiap aku bertanya ia selalu menyuruhku
untuk berpikir sendiri. Tiba-tiba saja malam itu setelah makan malam
usai, suamiku memanggilku.

Ya, ada apa Yah!” sahutku dengan memanggil nama
kesayangannya “Ayah”.

Lusa kita siap-siap ke Sabang ya.” Jawabnya tegas.
Ada apa? Mengapa?”, sahutku penuh dengan keheranan.
Astaghfirullah.. suami ku yang dulu lembut tiba-tiba saja menjadi
kasar, dia membentakku. Sehingga tak ada lagi kelanjutan diskusi antara
kami.


Dia mengatakan ”Kau ikut saja jangan banyak tanya!!
Lalu aku pun bersegera mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke
Sabang sambil menangis, sedih karena suamiku kini tak ku kenal lagi.

Dua tahun pacaran, lima tahun kami menikah dan sudah 2 tahun pula ia
menjadi orang asing buatku. Ku lihat kamar kami yg dulu hangat penuh
cinta yang dihiasi foto pernikahan kami, sekarang menjadi dingin..
sangat dingin dari batu es. 


Aku menangis dengan kebingungan ini. Ingin rasanya aku berontak 
berteriak, tapi aku tak bisa. Suamiku tak suka dengan wanita yang kasar, 
ngomong dengan nada tinggi, suka membanting barang-barang. Dia bilang perbuatan itu
menunjukkan sikap ketidakhormatan kepadanya. Aku hanya bisa bersabar
menantinya bicara dan sabar mengobati penyakitku ini, dalam
kesendirianku..

***

Kami telah sampai di Sabang, aku masih merasa lelah karena semalaman
aku tidak tidur karena terus berpikir. Keluarga besarnya juga telah
berkumpul disana, termasuk ibu & adik-adiknya. Aku tidak tahu ada
acara apa ini..

Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah didalam
kamar tua itu, ia pun langsung keluar bergabung dengan keluarga
besarnya.


Baru saja aku membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam
lemari tua yg berada di dekat pintu kamar, lemari tua yang telah ada
sebelum suamiku lahir tiba-tiba Tante Lia, tante yang sangat baik
padaku memanggil ku untuk bersegera berkumpul diruang tengah, aku pun
menuju ke ruang keluarga yang berada ditengah rumah besar itu, yang
tampak seperti rumah zaman peninggalan belanda.

Kemudian aku duduk disamping suamiku, dan suamiku menunduk penuh
dengan kebisuan, aku tak berani bertanya padanya.


Tiba-tiba saja neneknya, orang yang dianggap paling tua dan paling
berhak atas semuanya, membuka pembicaraan.

Baiklah, karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara
dengan kau Fisha
”. Neneknya berbicara sangat tegas, dengan sorot
mata yang tajam.

Ada apa ya Nek?” sahutku dengan penuh tanya..
Nenek pun menjawab, “Kau telah bergabung dengan keluarga kami
hampir 8 tahun, sampai saat ini kami tak melihat tanda-tanda kehamilan
yang sempurna sebab selama ini kau selalu keguguran!!
“.

Aku menangis.. untuk inikah aku diundang kemari? Untuk dihina
ataukah dipisahkan dengan suamiku?


Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu..
sebelum kau menikah dengannya. Tapi Fikri anak yang keras kepala, tak
mau di atur,dan akhirnya menikahlah ia dengan kau.
” Neneknya
berbicara sangat lantang, mungkin logat orang Sabang seperti itu semua.

Aku hanya bisa tersenyum dan melihat wajah suamiku yang kosong
matanya.

Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan
dengannya
”, neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu.

Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi aku lihat air matanya.
Ingin aku peluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini, tapi aku tak
punya keberanian itu.


Neneknya masih saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari
ucapannya dengan mimik wajah yang sangat menantang kemudian berkata, “kau
maunya gimana? kau dimadu atau diceraikan?

MasyaAllah.. kuatkan hati ini.. aku ingin jatuh pingsan. Hati ini
seakan remuk mendengarnya, hancur hatiku. Mengapa keluarganya bersikap
seperti ini terhadapku..

Aku selalu munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku yang tinggal
di pulau kayu, mereka mengira aku sangat bahagia 2 tahun belakangan ini.

Fish, jawab!.” Dengan tegas Ibunya langsung memintaku
untuk menjawab.


Aku langsung memegang tangan suamiku. Dengan tangan yang dingin dan
gemetar aku menjawab dengan tegas.

Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku
dapat berdiskusi dengannya melalui bathiniah, untuk kebaikan dan masa
depan keluarga ini, aku akan menyambut baik seorang wanita baru
dirumah kami.


Itu yang aku jawab, dengan kata lain aku rela cintaku dibagi. Dan
pada saat itu juga suamiku memandangku dengan tetesan air mata, tapi
air mataku tak sedikit pun menetes di hadapan mereka.

Aku lalu bertanya kepada suamiku, “Ayah siapakah yang akan
menjadi sahabatku dirumah kita nanti, yah?

Suamiku menjawab, ”Dia Desi!

Aku pun langsung menarik napas dan langsung berbicara, ”Kapan
pernikahannya berlangsung? Apa yang harus saya siapkan dalam pernikahan
ini Nek?.

Ayah mertuaku menjawab, “Pernikahannya 2 minggu lagi.
Baiklah kalo begitu saya akan menelpon pembantu di rumah, untuk
menyuruhnya mengurus KK kami ke kelurahan besok
”, setelah
berbicara seperti itu aku permisi untuk pamit ke kamar.


Tak tahan lagi.. air mata ini akan turun, aku berjalan sangat cepat,
aku buka pintu kamar dan aku langsung duduk di tempat tidur. Ingin
berteriak, tapi aku sendiri disini. Tak kuat rasanya menerima hal ini,
cintaku telah dibagi. Sakit. Diiringi akutnya penyakitku..

Apakah karena ini suamiku menjadi orang yang asing selama 2 tahun
belakangan ini?

Aku berjalan menuju ke meja rias, kubuka jilbabku, aku bercermin
sambil bertanya-tanya, “sudah tidak cantikkah aku ini?


Ku ambil sisirku, aku menyisiri rambutku yang setiap hari rontok.
Kulihat wajahku, ternyata aku memang sudah tidak cantik lagi, rambutku
sudah hampir habis.. kepalaku sudah botak dibagian tengahnya.

Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka, ternyata suamiku yang datang, ia
berdiri dibelakangku. Tak kuhapus air mata ini, aku bersegera
memandangnya dari cermin meja rias itu.

Kami diam sejenak, lalu aku mulai pembicaraan, “terima kasih
ayah, kamu memberi sahabat kepada ku. Jadi aku tak perlu sedih lagi
saat ditinggal pergi kamu nanti! Iya kan?.


Suamiku mengangguk sambil melihat kepalaku tapi tak sedikitpun ia
tersenyum dan bertanya kenapa rambutku rontok, dia hanya mengatakan
jangan salah memakai shampo.

Dalam hatiku bertanya, “mengapa ia sangat cuek?” dan ia
sudah tak memanjakanku lagi. Lalu dia berkata,  “sudah malam, kita
istirahat yuk!

Aku sholat isya dulu baru aku tidur”, jawabku tenang.
Dalam sholat dan dalam tidur aku menangis. Ku hitung mundur waktu,
kapan aku akan berbagi suami dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi
pernikahan suamiku.

Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang juga. Sudahlah, ini mungkin
takdirku. Aku ingin suamiku kembali seperti dulu, yang sangat
memanjakan aku atas rasa sayang dan cintanya itu.

***

Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku menulis curahan hatiku di
laptopku.

Di laptop aku menulis saat-saat terakhirku melihat suamiku, aku
marah pada suamiku yang telah menelantarkanku. Aku menangis melihat
suamiku yang sedang tidur pulas, apa salahku? sampai ia berlaku sekejam
itu kepadaku. Aku save di mydocument yang bertitle “Aku Mencintaimu Suamiku.”


Hari pernikahan telah tiba, aku telah siap, tapi aku tak sanggup
untuk keluar. Aku berdiri didekat jendela, aku melihat matahari, karena
mungkin saja aku takkan bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri
sangat lama.. lalu suamiku yang telah siap dengan pakaian pengantinnya
masuk dan berbicara padaku.

Apakah kamu sudah siap?

Kuhapus airmata yang menetes diwajahku sambil berkata :
Nanti jika ia telah sah jadi istrimu, ketika kamu membawa ia
masuk kedalam rumah ini, cucilah kakinya sebagaimana kamu mencuci
kakiku dulu, lalu ketika kalian masuk ke dalam kamar pengantin bacakan
do’a di ubun-ubunnya sebagaimana yang kamu lakukan padaku dulu. Lalu
setelah itu..
”, perkataanku terhenti karena tak sanggup aku
meneruskan pembicaraan itu, aku ingin menagis meledak.


Tiba-tiba suamiku menjawab “Lalu apa Bunda?
Aku kaget mendengar kata itu, yang tadinya aku menunduk seketika aku
langsung menatapnya dengan mata yang berbinar-binar…

Bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan barusan?”, pintaku
tuk menyakini bahwa kuping ini tidak salah mendengar.

Dia mengangguk dan berkata, ”Baik bunda akan ayah ulangi, lalu
apa bunda?
”, sambil ia mengelus wajah dan menghapus airmataku, dia
agak sedikit membungkuk karena dia sangat tinggi, aku hanya sedadanya
saja.


Dia tersenyum sambil berkata, ”Kita liat saja nanti ya!”.
Dia memelukku dan berkata, “bunda adalah wanita yang paling kuat
yang ayah temui selain mama
”.

Kemudian ia mencium keningku, aku langsung memeluknya erat dan
berkata, “Ayah, apakah ini akan segera berakhir? Ayah kemana saja?
Mengapa Ayah berubah? Aku kangen sama Ayah? Aku kangen belaian kasih
sayang Ayah? Aku kangen dengan manjanya Ayah? Aku kesepian Ayah? Dan
satu hal lagi yang harus Ayah tau, bahwa aku tidak pernah berzinah!


Dulu.. waktu awal kita pacaran, aku memang belum bisa melupakannya,
setelah 4 bulan bersama Ayah baru bisa aku terima, jika yang
dihadapanku itu adalah lelaki yang aku cari. Bukan berarti aku pernah
berzina Ayah.
” Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki
imamku sambil berkata, ”Aku minta maaf Ayah, telah membuatmu susah”.

Saat itu juga, diangkatnya badanku.. ia hanya menangis.
Ia memelukku sangat lama, 2 tahun aku menanti dirinya kembali.
Tiba-tiba perutku sakit, ia menyadari bahwa ada yang tidak beres
denganku dan ia bertanya, ”bunda baik-baik saja kan?” tanyanya
dengan penuh khawatir.


Aku pun menjawab, “bisa memeluk dan melihat kamu kembali seperti
dulu itu sudah mebuatku baik, Yah. Aku hanya tak bisa bicara sekarang
“.
Karena dia akan menikah. Aku tak mau membuat dia khawatir. Dia harus
khusyu menjalani acara prosesi akad nikah tersebut.

***
 
Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul pun dimulai. Aku duduk diseberang
suamiku.

Aku melihat suamiku duduk berdampingan dengan perempuan itu, membuat
hati ini cemburu, ingin berteriak mengatakan, “Ayah jangan!!”,
tapi aku ingat akan kondisiku.

Jantung ini berdebar kencang saat mendengar ijab-qabul tersebut.
Begitu ijab-qabul selesai, aku menarik napas panjang. Tante Lia, tante
yang baik itu, memelukku. Dalam hati aku berusaha untuk menguatkan
hati ini. Ya… aku kuat.


Tak sanggup aku melihat mereka duduk bersanding dipelaminan.
Orang-orang yang hadir di acara resepsi itu iba melihatku, mereka
melihatku dengan tatapan sangat aneh, mungkin melihat wajahku yang
selalu tersenyum, tapi dibalik itu.. hatiku menangis.

Sampai dirumah, suamiku langsung masuk ke dalam rumah begitu saja.
Tak mencuci kakinya. Aku sangat heran dengan perilakunya. Apa iya, dia
tidak suka dengan pernikahan ini?


Sementara itu Desi disambut hangat di dalam keluarga suamiku, tak
seperti aku dahulu, yang di musuhi.

Malam ini aku tak bisa tidur, bagaimana bisa? Suamiku akan tidur
dengan perempuan yang sangat aku cemburui. Aku tak tahu apa yang sedang
mereka lakukan didalam sana.


Sepertiga malam pada saat aku ingin sholat lail aku keluar untuk
berwudhu, lalu aku melihat ada lelaki yang mirip suamiku tidur disofa
ruang tengah. Kudekati lalu kulihat. Masya Allah.. suamiku tak tidur
dengan wanita itu, ia ternyata tidur disofa, aku duduk disofa itu
sambil menghelus wajahnya yang lelah, tiba-tiba ia memegang tangan
kiriku, tentu saja aku kaget.


Kamu datang ke sini, aku pun tahu”, ia berkata seperti
itu. Aku tersenyum dan megajaknya sholat lail. Setelah sholat lail ia
berkata, “maafkan aku, aku tak boleh menyakitimu, kamu menderita
karena ego nya aku. Besok kita pulang ke Jakarta, biar Desi pulang
dengan mama, papa dan juga adik-adikku


Aku menatapnya dengan penuh keheranan. Tapi ia langsung mengajakku
untuk istirahat. Saat tidur ia memelukku sangat erat. Aku tersenyum
saja, sudah lama ini tidak terjadi. Ya Allah.. apakah Engkau akan
menyuruh malaikat maut untuk mengambil nyawaku sekarang ini, karena aku
telah merasakan kehadirannya saat ini. Tapi.. masih bisakah engkau
ijinkan aku untuk merasakan kehangatan dari suamiku yang telah hilang
selama 2 tahun ini..


Suamiku berbisik, “Bunda kok kurus?
Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih bisa aku rasakan.
Aku pun berkata, “Ayah kenapa tidak tidur dengan Desi?
Aku kangen sama kamu Bunda, aku tak mau menyakitimu lagi. Kamu
sudah sering terluka oleh sikapku yang egois.”
 Dengan lembut
suamiku menjawab seperti itu.


Lalu suamiku berkata, ”Bun, ayah minta maaf telah menelantarkan
bunda.. Selama ayah di Sabang, ayah dengar kalau bunda tidak tulus
mencintai ayah, bunda seperti mengejar sesuatu, seperti mengejar harta
ayah dan satu lagi.. ayah pernah melihat sms bunda dengan mantan pacar
bunda dimana isinya kalau bunda gak mau berbuat “seperti itu” dan
tulisan seperti itu diberi tanda kutip (“seperti itu”). Ayah ingin
ngomong tapi takut bunda tersinggung dan ayah berpikir kalau bunda
pernah tidur dengannya sebelum bunda bertemu ayah, terus ayah dimarahi
oleh keluarga ayah karena ayah terlalu memanjakan bunda


Hati ini sakit ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada
kepercayaan di dirinya, hanya karena omongan keluarganya yang tidak
pernah melihat betapa tulusnya aku mencintai pasangan seumur hidupku
ini.


Aku hanya menjawab, “Aku sudah ceritakan itu kan Yah. Aku tidak
pernah berzinah dan aku mencintaimu setulus hatiku, jika aku hanya
mengejar hartamu, mengapa aku memilih kamu? Padahal banyak lelaki yang
lebih mapan darimu waktu itu Yah. Jika aku hanya mengejar hartamu, aku
tak mungkin setiap hari menangis karena menderita mencintaimu.

Entah aku harus bahagia atau aku harus sedih karena sahabatku
sendirian dikamar pengantin itu. Malam itu, aku menyelesaikan masalahku
dengan suamiku dan berusaha memaafkannya beserta sikap keluarganya
juga.

Karena aku tak mau mati dalam hati yang penuh dengan rasa benci.
***

Keesokan harinya…
Ketika aku ingin terbangun untuk mengambil wudhu, kepalaku pusing,
rahimku sakit sekali.. aku mengalami pendarahan dan suamiku kaget bukan
main, ia langsung menggendongku.

Aku pun dilarikan ke rumah sakit..
Dari kejauhan aku mendengar suara zikir suamiku..
Aku merasakan tanganku basah..
Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah suamiku penuh dengan rasa
kekhawatiran.


Ia menggenggam tanganku dengan erat.. Dan mengatakan, ”Bunda,
Ayah minta maaf…

Berkali-kali ia mengucapkan hal itu. Dalam hatiku, apa ia tahu apa
yang terjadi padaku?

Aku berkata dengan suara yang lirih, ”Yah, bunda ingin pulang..
bunda ingin bertemu kedua orang tua bunda, anterin bunda kesana ya,
Yah..

Ayah jangan berubah lagi ya! Janji ya, Yah… !!! Bunda sayang
banget sama Ayah.


Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin keatas,
kakiku sudah tak bisa bergerak lagi.. aku tak kuat lagi memegang tangan
suamiku. Kulihat wajahnya yang tampan, berlinang air mata.

Sebelum mata ini tertutup, kulafazkan kalimat syahadat dan ditutup
dengan kalimat tahlil.

Aku bahagia melihat suamiku punya pengganti diriku..
Aku bahagia selalu melayaninya dalam suka dan duka..
Menemaninya dalam ketika ia mengalami kesulitan dari kami
pacaran sampai kami menikah.


Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah nafasku.
Untuk Ibu mertuaku : “Maafkan aku telah hadir didalam kehidupan
anakmu sampai aku hidup didalam hati anakmu, ketahuilah Ma.. dari dulu
aku selalu berdo’a agar Mama merestui hubungan kami. Mengapa engkau
fitnah diriku didepan suamiku, apa engkau punya buktinya Ma? Mengapa
engkau sangat cemburu padaku Ma? Fikri tetap milikmu Ma, aku tak pernah
menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari dulu aku selalu mengerti apa
yang kamu inginkan dari anakmu, tapi mengapa kau benci diriku. Dengan
Desi kau sangat baik tetapi denganku menantumu kau bersikap
sebaliknya.”

***

Setelah ku buka laptop, kubaca curhatan istriku.
=====================================================
Ayah, mengapa keluargamu sangat membenciku?
Aku dihina oleh mereka ayah.
Mengapa mereka bisa baik terhadapku pada saat ada dirimu?
Pernah suatu ketika aku bertemu Dian di jalan, aku menegurnya karena
dia adik iparku tapi aku disambut dengan wajah ketidaksukaannya.
Sangat terlihat Ayah..

Tapi ketika engkau bersamaku, Dian sangat baik, sangat manis dan ia
memanggilku dengan panggilan yang sangat menghormatiku. Mengapa
seperti itu ayah?

Aku tak bisa berbicara tentang ini padamu, karena aku tahu kamu
pasti membela adikmu, tak ada gunanya Yah..

Aku diusir dari rumah sakit.
Aku tak boleh merawat suamiku.
Aku cemburu pada Desi yang sangat akrab dengan mertuaku.
Tiap hari ia datang ke rumah sakit bersama mertuaku.
Aku sangat marah..
Jika aku membicarakan hal ini pada suamiku, ia akan pasti membela
Desi dan
ibunya..

Aku tak mau sakit hati lagi.
Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku..
Engkau Maha Adil..
Berilah keadilan ini padaku, Ya Allah..
Ayah sudah berubah, ayah sudah tak sayang lagi pada ku..
Aku berusaha untuk mandiri ayah, aku tak akan bermanja-manja lagi
padamu..

Aku kuat ayah dalam kesakitan ini..
Lihatlah ayah, aku kuat walaupun penyakit kanker ini terus
menyerangku..

Aku bisa melakukan ini semua sendiri ayah..
Besok suamiku akan menikah dengan perempuan itu.
Perempuan yang aku benci, yang aku cemburui.
Tapi aku tak boleh egois, ini untuk kebahagian keluarga suamiku.
Aku harus sadar diri.
Ayah, sebenarnya aku tak mau diduakan olehmu.
Mengapa harus Desi yang menjadi sahabatku?
Ayah.. aku masih tak rela.
Tapi aku harus ikhlas menerimanya.
Pagi nanti suamiku melangsungkan pernikahan keduanya.
Semoga saja aku masih punya waktu untuk melihatnya tersenyum
untukku.

Aku ingin sekali merasakan kasih sayangnya yang terakhir.
Sebelum ajal ini menjemputku.
Ayah.. aku kangen ayah..
=====================================================
Dan kini aku telah membawamu ke orang tuamu, Bunda..
Aku akan mengunjungimu sebulan sekali bersama Desi di Pulau Kayu
ini.

Aku akan selalu membawakanmu bunga mawar yang berwana pink yang
mencerminkan keceriaan hatimu yang sakit tertusuk duri.

Bunda tetap cantik, selalu tersenyum disaat tidur.
Bunda akan selalu hidup dihati ayah.
Bunda.. Desi tak sepertimu, yang tidak pernah marah..
Desi sangat berbeda denganmu, ia tak pernah membersihkan telingaku,
rambutku tak pernah di creambathnya, kakiku pun tak pernah dicucinya.

Ayah menyesal telah menelantarkanmu selama 2 tahun, kamu sakit pun
aku tak perduli, hidup dalam kesendirianmu..

Seandainya Ayah tak menelantarkan Bunda, mungkin ayah masih bisa
tidur dengan belaian tangan Bunda yang halus.

Sekarang Ayah sadar, bahwa ayah sangat membutuhkan bunda..
Bunda, kamu wanita yang paling tegar yang pernah kutemui.
Aku menyesal telah asik dalam ke-egoanku..
Bunda.. maafkan aku.. Bunda tidur tetap manis. Senyum manjamu
terlihat di tidurmu yang panjang.

Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan membahagiakanmu, aku selalu
meng-iyakan apa kata ibuku, karena aku takut menjadi anak durhaka.
Maafkan aku ketika kau di fitnah oleh keluargaku, aku percaya begitu
saja.

Apakah Bunda akan mendapat pengganti ayah di surga sana?
Apakah Bunda tetap menanti ayah disana? Tetap setia dialam sana?
Tunggulah Ayah disana Bunda..
Bisakan? Seperti Bunda menunggu ayah di sini.. Aku mohon..
Ayah Sayang Bunda..

Jangan "ngambek" berkepanjangan terhadap org yg kamu kasihi

Jangan "ngambek" berkepanjangan terhadap org yg kamu kasihi
                                                                                                                       
Bagi yg sudah pernah baca,luangkan waktu untuk baca sekali  lagi
Ini adalah cerita sebenarnya ( diceritakan oleh Lu Di dan di edit oleh Lian Shu Xiang )                                                                     
           
Sebuah salah pengertian yg mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga.
Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka,tetapi segalanya sudah terlambat.  
Membawa nenek utk tinggal bersama menghabiskan masa tuanya bersama kami,
malah telah menghianati ikrar cinta yg telah kami buat selama ini,
setelah 2 tahun menikah,saya dan suami setuju menjemput nenek di kampung utk tinggal bersama .                                                                                                                                            
                                                                                                                                                           
Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya,
dia adalah satu-satunya harapan nenek,
nenek pula yg membesarkannya dan menyekolahkan dia hingga tamat kuliah.                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           
Saya terus mengangguk tanda setuju,
kami segera menyiapkan sebuah kamar yg menghadap taman untuk nenek,
agar dia dapat berjemur,menanam bunga dan sebagainya.
Suami berdiri didepan kamar yg sangat kaya dgn sinar matahari,tidak sepatah katapun yg terucap t
iba-tiba saja dia mengangkat saya dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India 
dan berkata :"Mari,kita jemput nenek di kampung".                                                                                                                                        
                                                                                                                                                           
Suami berbadan tinggi besar,aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yg bidang,
ada suatu perasaan nyaman dan aman disana.Aku seperti sebuah boneka kecil 
yg kapan saja bisa diangkat dan dimasukan kedalam kantongnya.
Kalau terjadi selisih paham diantara kami,dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi diatas kepalanya 
dan diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan.
Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu.                                                                                                                                     
Kebiasaan nenek di kampung  tidak berubah.
Aku suka sekali menghias rumah dengan bunga segar,sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi 
dan berkata kepada suami:"Istri kamu hidup foya-foya ,buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa dimakan?" 
Aku menjelaskannya kepada nenek:"Ibu,rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman 
dan suasana hati lebih gembira."Nenek berlalu sambil mendumel,
suamiku berkata sambil tertawa:"Ibu,ini kebiasaan orang kota,lambat laun ibu akan terbiasa juga."                                                                                                                          
                                                                                                                                               
Nenek tidak protes lagi,tetapi setiap kali melihatku pulang sambil membawa bunga,
dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga bunga itu,
setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Setiap membawa pulang barang belanjaan,dia selalu tanya itu berapa harganya ,ini berapa.
Setiap aku jawab,dia selalu berdecak dengan suara keras.
Suamiku memencet hidungku sambil berkata:"Putriku,kan kamu bisa berbohong. 
Jangan katakan harga yang sebenarnya." 
Lambat laun,keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.                                                                                                                          
Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan pagi untuk dia sendiri,
di mata nenek seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan.
Di meja makan,wajah nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya.
Nenek selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan sendok,itulah cara dia protes.
                                                                                                                                   
Aku adalah instrukstur tari,seharian terus menari membuat badanku sangat letih,
aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi disaat musim dingin.
Nenek kadang juga suka membantuku di dapur,tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot,
misalnya;dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan,
dikumpulkan bisa untuk dijual katanya.Jadilah rumahku seperti tempat pemulungan kantong plastik,
dimana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong plastik.                                                                                                                                 
                                                                                                                                               
Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan pencuci,
agar supaya dia tidak tersinggung,aku selalu mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah tidur.
Suatu hari,nenek mendapati aku sedang mencuci piring malam harinya,
dia segera masukke kamar sambil membanting pintu dan menangis.

Suamiku jadi serba salah,malam itu kami tidur seperti orang bisu,
aku coba bermanja-manja dengan dia,tetapi dia tidak perduli.
Aku menjadi kecewa dan marah."Apa salahku?" 
Dia melotot sambil berkata:"Kenapa tidak kamu biarkan saja? 
Apakah memakan dengan pring itu bisa membuatmu mati?"                                                                                                                                
Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg culup lama,suasana mejadi kaku.
Suamiku menjadi sangat kikuk,tidak tahu harus berpihak pada siapa?
Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur,
setiap pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya,
suatu kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan lahap,
dengan sinar mata yang seakan mencemohku sewaktu melihat padaku,
seakan berkata dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri?                                                                                                                        
Demi menjaga suasana pagi hari tidak terganggu,
aku selalu membeli makanan diluar pada saat berangkat kerja.
Saat tidur,suami berkata:"Lu di,apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih 
sehingga kamu tidak pernah makan di rumah?" 
sambil memunggungiku dia berkata tanpa menghiraukan air mata yg mengalir di kedua belah pipiku.
Dan dia akhirnya berkata:"Anggaplah ini sebuah permintaanku,makanlah bersama kami setiap pagi.
"Aku mengiyakannya dan kembali ke meja makan yg serba canggung itu.                                                                                                                           
Pagi itu nenek memasak bubur,kami sedang makan 
dan tiba-tiba ada suatu perasaan yg sangat mual menimpaku,seakan-akan isi perut mau keluar semua.
Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi,
sampai disana aku segera mengeluarkan semua isi perut.
Setelah agak reda,aku melihat suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi 
dan memandangku dengan sinar mata yg tajam,
diluar sana terdengar suara tangisan nenek dan berkata-kata dengan bahasa daerahnya.
Aku terdiam dan terbengong tanpa bisa berkata-kata.Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian!.                                                                                                                         
Pertama kali dalam perkawinanku,aku bertengkar hebat dengan suamiku,
nenek melihat kami dengan mata merah dan berjalan menjauh……
suamiku segera mengejarnya keluar rumah.                                                                                                                                                                                                                                 
Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek.                                                                                                                             
Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga  meneleponku.
Aku sangat kecewa,semenjak kedatangan nenek di rumah ini,aku sudah banyak mengalah,
mau bagaimana lagi?
Entah kenapa aku selalu merasa mual dan kehilangan nafsu makan 
ditambah lagi dengan keadaan rumahku yang kacau,sungguh sangat menyebalkan.
Akhirnya teman sekerjaku berkata:"Lu Di,sebaiknya kamu periksa ke dokter.
"Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil.Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu.
Sebuah berita gembira yg terselip juga kesedihan.
Mengapa suami dan nenek sebagai orang yg berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?                                                                                                                        
Di pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku,
3 hari tidak bertemu dia berubah drastis,muka kusut kurang tidur,
aku ingin segera berlalu tetapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya.
Dia melihat ke arahku tetapi seakan akan tidak mengenaliku lagi,
pandangan matanya penuh dengan kebencian dan itu melukaiku.

Aku berkata pada diriku sendiri,jangan lagi melihatnya dan segera memanggil taksi.
Padahal aku ingin memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang anak.
Dan berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku minta ampun tetapi..... 
mimpiku tidak menjadi kenyataan.Didalam taksi air mataku mengalir dengan deras.
Mengapa kesalah pahaman ini berakibat sangat buruk?                                                                                                                         
Sampai di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan peristiwa tadi,
memikirkan sinar matanya yg penuh dengan kebencian,aku menangis dengan sedihnya.
Tengah malam,aku mendengar suara orang membuka laci,aku menyalakan lampu 
dan melihat dia dgn wajah berlinang air mata sedang mengambil uang dan buku tabungannya.
Aku nenatapnya dengan dingin tanpa berkata-kata.Dia seperti tidak melihatku saja dan segera berlalu.
Sepertinya dia sudah memutuskan utk meninggalkan aku.
Sungguh lelaki yg sangat picik,dalam saat begini dia masih bisa membedakan antara cinta dengan uang.
Aku tersenyum sambil menitikan air mata.                                                                                                                           
Aku tidak masuk kerja keesokan harinya,aku ingin secepatnya membereskan masalah ini,
aku akan membicarakan semua masalah ini dan pergi mencarinya di kantornya.
Di kantornya aku bertemu dengan seketarisnya yg melihatku dengan wajah bingung.
"Ibunya pak direktur baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit.
Mulutku terbuka lebar.Aku segera menuju rumah sakit dan saat menemukannya,nenek sudah meninggal.
Suamiku tidak pernah menatapku,wajahnya kaku.Aku memandang jasad nenek yg terbujur kaku.
Sambil menangis aku menjerit dalam hati:"Tuhan,mengapa ini bisa terjadi?"                                                                                                                             
Sampai selesai upacara pemakaman,suamiku tidak pernah bertegur sapa denganku,
jika memandangku selalu dengan pandangan penuh dengan kebencian.
Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain,pagi itu nenek berjalan ke arah terminal,
rupanya dia mau kembali ke kampung.Suamiku mengejar sambil berlari,
nenek juga berlari makin cepat sampai tidak melihat sebuah bus yg datang ke arahnya dengan kencang.
Aku baru mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan kebencian.
Jika aku tidak muntah pagi itu,jika kami tidak bertengkar, jika............
dimatanya,akulah penyebab kematian nenek.                                                                                                                                   
Suamiku pindah ke kamar nenek,
setiap malam pulang kerja dengan badan penuh dengan bau asap rokok dan alkohol.
Aku merasa bersalah tetapi juga merasa harga diriku terinjak-injak.
Aku ingin menjelaskan bahwa semua ini bukan salahku 
dan juga  memberitahunya bahwa kami akan segera mempunyai anak.
Tetapi melihat sinar matanya,aku tidak pernah menjelaskan masalah ini.
Aku rela dipukul atau dimaki-maki olehnya walaupun ini bukan salahku.
Waktu berlalu dengan sangat lambat.Kami hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain.
Dia pulang makin larut malam.Suasana tegang didalam rumah.                                                                                                                                  
Suatu hari,aku berjalan melewati sebuah cafĂ©,melalui keremangan lampu dan kisi-kisi jendela, 
aku melihat suamiku dengan seorang wanita didalam.
Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan mesra.
Aku tertegun dan mengerti apa yg telah terjadi.
Aku masuk kedalam dan berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya.

Aku tidak menangis juga tidak berkata apapun karena aku juga tidak tahu harus berkata apa.
Sang gadis melihatku dan ke arah suamiku dan segera hendak berlalu.
Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku dengan sinar mata yg tidak kalah tajam  dariku.
Suara detak jangtungku terasa sangat keras,setiap detak suara seperti suara menuju kematian.
Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka,
jika tidak.. mungkin aku akan jatuh bersama bayiku dihadapan mereka.                                                                                                                           
Malam itu dia tidak pulang ke rumah.Seakan menjelaskan padaku apa yang telah terjadi.
Sepeninggal nenek,rajutan cinta kasih kami juga sepertinya telah berakhir.
Dia tidak kembali lagi ke rumah,kadang sewaktu pulang ke rumah,
aku mendapati lemari seperti bekas dibongkar.
Aku tahu dia kembali mengambil barang-barang keperluannya.
Aku tidak ingin menelepon dia walaupun kadang terbersit suatu keinginan untuk menjelaskan semua ini.
Tetapi itu tidak terjadi.........,semua berlalu begitu saja.                                                                                                                                             
Aku mulai hidup seorang diri,pergi check kandungan seorang diri.
Setiap kali melihat sepasang suami istri sedang check kandungan bersama,
hati ini serasa hancur.Teman-teman menyarankan agar aku membuang saja bayi ini,
tetapi aku seperti orang yg sedang histeris mempertahankan miliknya.
Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada nenek bahwa aku tidak bersalah.                                                                                                                                        
"Suatu hari pulang kerja,aku melihat dia duduk didepan ruang tamu.
Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar kertas diatas meja,
tidak perlu tanya aku juga tahu surat apa itu.2 bulan hidup sendiri,aku sudah bisa mengontrol emosi.
Sambil membuka mantel dan topi aku berkata kepadanya:
""Tunggu sebentar,aku akan segera menanda tanganinya"".

Dia melihatku dengan pandangan awut-awutan demikian juga aku.
Aku berkata pada diri sendiri,jangan menangis,jangan menangis.
Mata ini terasa sakit sekali tetapi aku terus bertahan agar air mata ini tidak keluar.
Selesai membuka mantel,aku berjalan ke arahnya 
dan ternyata dia memperhatikan perutku yg agak membuncit.
Sambil duduk di kursi,aku menanda tangani surat itu dan menyodorkan kepadanya.
""Lu di,kamu hamil?"" Semenjak nenek meninggal,itulah pertama kali dia berbicara kepadaku.

Aku tidak bisa lagi membendung air mataku yg menglir keluar dengan derasnya.Aku menjawab:
""Iya,tetapi tidak apa-apa.Kamu sudah boleh pergi"".
Dia tidak pergi,dalam keremangan ruangan kami saling berpandangan.
Perlahan-lahan dia membungkukan badanya ke tanganku,air matanya terasa menembus lengan bajuku.
Tetapi di lubuk hatiku,semua sudah berlalu,
banyak hal yg sudah pergi dan tidak bisa diambil kembali."                                                                                                                                         
                                                                                                                                                           
Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata:"Maafkan aku,maafkan aku".
Aku pernah berpikir untuk memaafkannya tetapi tidak bisa.
Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah aku lupakan.
Cinta diantara kami telah ada sebuah luka yg menganga.
Semua ini adalah sebuah akibat kesengajaan darinya.                                                                                                                          
Berharap dinding es itu akan mencair,tetapi yang telah berlalu tidak akan pernah kembali.
Hanya sewaktu memikirkan bayiku,aku bisa bertahan untuk terus hidup.
Terhadapnya,hatiku dingin bagaikan es,tidak pernah menyentuh semua makanan pembelian dia,
tidak menerima semua hadiah pemberiannya 
tidak juga berbicara lagi dengannya.
Sejak menanda tangani surat itu,semua cintaku padanya sudah berlalu,
harapanku telah lenyap tidak berbekas.                                                                                                                             
Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku,aku segera berlalu ke ruang tamu,
dia terpaksa kembali ke kamar nenek.Malam hari,terdengar suara orang mengerang dari kamar nenek 
tetapi aku tidak perduli.Itu adalah permainan dia dari dulu.
Jika aku tidak perduli padanya,dia akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan bertanya apa yang sakit.
Dia lalu akan memelukku sambil tertawa terbahak-bahak.
Dia lupa........,itu adalah dulu,saat cintaku masih membara,sekarang apa lagi yg aku miliki?                                                                                                                                 
                                                                                                                                               
Begitu seterusnya,setiap malam aku mendengar suara orang mengerang sampai anakku lahir.
Hampir setiap hari dia selalu membeli barang-barang perlengkapan bayi,
perlengkapan anak-anak dan buku-buku bacaan untuk anak-anak.
Setumpuk demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan barang-barang.
Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku tetapi aku tidak bergeming.
Terpaksa dia mengurung diri dalam kamar,malam hari dari kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard komputer.
Mungkin dia lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya pikirku.
Bagiku itu bukan lagi suatu masalah.                                                                                                                           
Suatu malam di musim semi,perutku tiba-tiba terasa sangat sakit dan aku berteriak dengan suara yg keras.
Dia segera berlari masuk ke kamar,sepertinya dia tidak pernah tidur.
Saat inilah yg ditunggu-tunggu olehnya.
Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke rumah sakit.
Sepanjang jalan,dia mengenggam dengan erat tanganku,menghapus keringat dingin yg mengalir di dahiku.
Sampai di rumah sakit,aku segera digendongnya menuju ruang bersalin.
Di punggungnya yg kurus kering,aku terbaring dengan hangat dalam dekapannya.
Sepanjang hidupku,siapa lagi yg mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia?                                                                                                                            
Sampai dipintu ruang bersalin,dia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang 
saat aku didorong menuju persalinan,sambil menahan sakit aku masih sempat tersenyum padanya.
Keluar dari ruang bersalin,dia memandang aku dan anakku dengan wajah penuh dengan air mata sambil tersenyum bahagia.
Aku memegang tanganya,dia membalas memandangku dengan bahagia,tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke lantai.Aku berteriak histeris memanggil namanya.                                                                                                                              
Setelah sadar,dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya………
aku pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir air matapun untuknya,
tetapi kenyataannya tidak demikian,aku tidak pernah merasakan sesakit saat ini.
Kata dokter,kanker hatinya sudah sampai pada stadium mematikan,
bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah mukjijat.
Aku tanya kapankah kanker itu terdeteksi? 5 bulan yg lalu kata dokter,
bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk.
Aku tidak lagi perduli dengan nasehat perawat,
aku segera pulang ke rumah dan ke kamar nenek lalu menyalakan komputer.                                                                                                                                 
Ternyata selama ini suara orang mengerang adalah benar apa adanya,
aku masih berpikir dia sedang bersandiwara…………
Sebuah surat yg sangat panjang ada di dalam komputer yg ditujukan kepada anak kami.
"Anakku,demi dirimu aku terus bertahan,sampai aku bisa melihatmu.Itu adalah harapanku.
Aku tahu dalam hidup ini,kita akan menghadapi semua bentuk kebahagiaan dan kekecewaan,
sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya bersamamu tetapi ayah tidak mempunyai kesempatan untuk itu.
Didalam komputer ini,ayah mencoba memberikan saran dan nasehat 
terhadap segala kemungkinan hidup yg akan kamu hadapi.
Kamu boleh mempertimbangkan saran ayah.                                                                                                                                  
"""Anakku,selesai menulis surat ini,ayah merasa telah menemanimu hidup selama bertahun -tahun.
Ayah sungguh bahagia.Cintailah ibumu,dia sungguh menderita,dia adalah orang yg paling mencintaimu 
dan adalah orang yg paling ayah cintai"".
Mulai dari kejadian yg mungkin akan terjadi sejak TK,SD,SMP,SMA sampai kuliah,
semua tertulis dengan lengkap didalamnya.Dia juga menulis sebuah surat untukku.

""Kasihku,dapat menikahimu adalah hal yg paling bahagia aku rasakan dalam hidup ini.
Maafkan salahku,maafkan aku tidak pernah memberitahumu tentang penyakitku.
Aku tidak mau kesehatan bayi kita terganggu oleh karenanya.
Kasihku,jika engkau menangis sewaktu membaca surat ini,berarti kau telah memaafkan aku.
Terima kasih atas cintamu padaku selama ini.
Hadiah-hadiah ini aku tidak punya kesempatan untuk memberikannyapada anak kita.
Pada bungkusan hadiah tertulis semua tahun pemberian padanya""."                                                                                                                            
                                                                                                                                               
Kembali ke rumah sakit,suamiku masih terbaring lemah.
Aku menggendong anak kami dan membaringkannya diatas dadanya sambil berkata:
"Sayang,bukalah matamu sebentar saja,lihatlah anak kita.
Aku mau dia merasakan kasih sayang dan hangatnya pelukan ayahnya".
Dengan susah payah dia membuka matanya,tersenyum..............
anak itu tetap dalam dekapannya,dengan tanganya yg mungil 
memegangi tangan ayahnya yg kurus dan lemah.
Tidak tahu aku sudah menjepret berapa kali momen itu dengan kamera di tangan sambil berurai air mata.................... 
                                                                                                                            
Teman2 terkasih,aku sharing cerita ini kepada kalian,
agar kita semua bisa menyimak pesan dari cerita ini.
Mungkin saat ini air mata kalian sedang jatuh mengalir atau mata masih sembab sehabis menangis,
ingatlah pesan dari cerita ini :
"Jika ada sesuatu yg mengganjal di hati diantara kalian yg saling mengasihi
sebaiknya utarakanlah jangan simpan didalam hati.
Siapa tau apa yg akan terjadi besok? Ada sebuah pertanyaan:Jika kita tahu besok adalah hari kiamat,
apakah kita akan menyesali semua hal yg telah kita perbuat? 
atau apa yg telah kita ucapkan? Sebelum segalanya menjadi terlambat,
pikirlah matang2 semua yg akan kita lakukan sebelum kita menyesalinya seumur hidup.